Saturday, December 15, 2007

Degradasi Fecal Coliform air Sungai oleh Serbuk Biji Kelor

Degradasi Bakteri Fecal Coliform Air Sungai Lematang oleh Serbuk Biji Kelor

Oleh:
Saleh Hidayat

Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Muhammadiyah Palembang


ABSTRACT

The result of the study shows that the kelor seeds can be used as degradation agent of fecal coliform. It’s percentage degradation can reach 71.4%. It is still in discuss whether that degradation due to antimicrobial agent which is in kelor seeds or by occlusions effect. The kelor seeds can be used as bio-coagulant because they contain positive charge proteins that can act as cationic polyelectrolyte and it is important as bio-coagulant agent.

Kata-kata kunci: kelor, fecal coliform, koagulasi, protein bermuatan positif.


PENDAHULUAN
Kelor (Moringa oleifera Lam.) adalah salah satu tumbuhan yang telah dikenal di Indonesia, tetapi multi manfaatnya belum banyak dipahami oleh masyarakat. Informasi manfaat yang diberikan dari artikel ini, ternyata bahwa serbuk biji kelor dapat digunakan sebagai penurun kekeruhan air atau sebagai biokoagulan. Kelor merupakan tumbuhan asli India Utara, saat ini banyak ditemukan di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Polprasid, 1993; Ramachandran, 1980). Jahn (1986) dalam Tauscher (1994: 57) menyatakan: “…seeds of Moringa oleifera, Moringa stenopala, and the bark of Boscia senegalensis are the best sources of natural flocculants of plant origin”.
Sungai Lematang, salah satu sungai di Sumsel memiliki subdaerah aliran terluas yaitu 996.262 ha dibandingkan sungai-sungai lain yang ada di Sumsel (Bapedalda Sumsel, 2003:4). Panjangnya 97,56 km melintasi kabupaten Lahat, kota Pagar Alam, kabupaten Muara Enim, bermuara ke sungai Musi di Palembang. Dari hasil survei, penduduk bantaran sungai Lematang belum mengetahui manfaat biji kelor sebagai penurun kekeruhan air; mereka hanya mengetahui ada tumbuhan yang bernama kelor. Ada puluhan desa yang dilalui oleh sungai Lematang, tetapi hanya beberapa desa yang di sekitarnya terdapat tumbuhan kelor. Untuk ini diperlukan upaya pemberdayaaan masyarakat bantaran sungai yang sumber airnya selalu keruh (Hidayat, 2006).
Serbuk biji kelor ketika diaduk dengan air, protein terlarutnya memiliki muatan positif. Larutan ini dapat berperan sebagai polielektrolit alami yang kationik. Fakta ini sangat menguntungkan karena kebanyakan koloid di Indonesia bermuatan listrik negatif, karena banyak berasal dari material organik. Ion koagulan dengan muatan serupa dengan muatan koloid akan ditolak, sebaliknya ion yang berbeda muatan akan ditarik. Prinsip perbedaan muatan antara koagulan dan koloid inilah yang menjadi dasar proses koagulasi. Semakin tinggi ion yang berbeda muatan semakin cepat terjadi koagulasi (Raju, 1995:139). Selain itu biji kelor memiliki antimikroba seperti yang dinyatakan oleh Mayer & Stelz (1993), Polprasid (1993). Mereka juga menyatakan bahwa kotiledon M. oleifera mengandung tiga komponen penting, yaitu substansi antimikroba 4 a L-rhamnosiloksi-benzil-isotiosianat, minyak Ben, dan flokulan. Berdasarkan telaah pustaka dan hasil survei bahwa banyak penduduk bantaran sungai yang membuang air besar ke tepi sungai, maka kandungan fecal coliform di air juga sangat tinggi. Fecal coliform di sungai Lematang yang di bantarannya terdapat desa jumlahnya tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil pemantauan kualitas air sungai di Sumatera Selatan, termasuk kualitas air sungai Lematang yang dilakukan oleh Bapedalda setiap tahunnya (Bapedalda Sumsel, 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut maka ingin diketahui kemampuan degradasi serbuk biji kelor terhadap bakteri fecal coliform yang terdapat di sungai Lematang, khususnya di desa Tanjung Muning kecamatan Gunung Megang kabupaten Muara Enim.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan pemanfaatan serbuk biji kelor dalam pengembangan aplikasi proses penjernihan air. Tahap penelitian terdiri dari: 1) Pengambilan sampel air sungai Lematang untuk pengujian bakteri fecal coliform (Alaerts & Santika, 1987:251); 2) Pembiakan bakteri fecal coliform awal pada 3M Petrifilm (Carolina Biological Supply Company, 2007); 3) Penurunan kekeruhan air sungai Lematang dengan serbuk biji kelor (Hidayat, 2006:70); 4) Pembiakan bakteri fecal coliform akhir pada 3M Petrifilm. Kegiatan pembiakan bakteri ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumatera Selatan bulan Maret 2006.

1. Pengambilan Sampel Air Sungai Lematang
Cara kerja pengambilan sampel air untuk pengujian bakteri fecal coliform mengacu pada Standard Methods (Eaton dkk., 1995:9222B-E; Alaerts & Santika, 1987:251). Sampel air yang akan diperiksa diambil dengan menggunakan botol sampel yang disterilkan terlebih dulu. Sebelum dan sesudah sampel air dimasukkan, mulut dan tutup botol dibakar dengan api bunsen. Botol sampel yang sudah diisi dengan sampel air segera dimasukkan ke dalam kotak es. Pengawetan ini dapat bertahan selama 6 jam sebelum dilakukan pembiakan bakteri yang akan diuji. Pengambilan sampel air sungai Lematang dari desa Tanjung Muning dilakukan pada tiga titik yaitu di bagian hulu, tengah, dan bagian hilir yang masing-masing diulang tiga kali.

2. Pembiakan Bakteri Fecal Coliform Awal pada 3M Petrifilm
Cara kerja pembiakan bakteri fecal coliform pada 3M Petrifilm hanya dengan tiga langkah yaitu menginokulasi 1 ml air sampel sungai Lematang yang belum dijernihkan dengan serbuk biji kelor pada cakram, menginkubasi selama 2 hari di ruang steril pada suhu pembiakan bakteri yang optimal, dan menginterpretasi jumlah koloni yang berwarna biru (Eaton dkk., 1995:9222B-E; Carolina Biological Supply Company, 2007). Petrifilm™ Plates merupakan media kultur yang siap digunakan untuk determinasi bakteri, yeast dan moulds secara kualitatif dan kuantitatif.
Gambar 1. Langkah Pembiakan Bakteri Fecal Coliform pada Media 3M Petrifilm
(Sumber: Carolina Biological Supply Company, 2007)

3. Penurunan Kekeruhan Air Sungai Lematang dengan Serbuk Biji Kelor
Biji kelor yang akan digunakan sebagai bahan penjernih air, dipilih dari buah yang masak di pohon yang ditandai dengan berwarna coklat. Biji yang baik dipilih dan dikupas, selanjutnya diblender dan diayak dengan saringan 40 mesh untuk memperoleh ukuran serbuk yang sama (Hidayat, 2002; 2006). Setelah dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui dosis optimum, kecepatan pengadukan untuk penjernihan air yang keruh, maka diperoleh dosis atau konsentrasi serbuk biji kelor (selanjutnya disingkat SBK) sebanyak 30 ppm (part per million). Kekeruhan air sungai Lematang awal diukur dengan alat HACH Ratio Turbidimeter Model 18900-00 dengan sensitivitas 0,01 NTU ± 1 digit. Satuan kekeruhannya adalah Nephelometric Turbidity Unit (NTU).
Penjernihan sampel air sungai Lematang yang keruh adalah dengan SBK 30 ppm dengan pengadukan cepat 120 rpm (rotasi per menit) selama 4 menit dan pengadukan lambat 40 rpm selama 12 menit. Hasil penjernihan (supernatan) diambil dan diuji keberadaan bakteri fecal coliform-nya.
4. Pembiakan Bakteri Fecal Coliform Akhir pada 3M Petrifilm
Langkah kerja pada bagian ini sama seperti langkah kerja pembiakan bakteri fecal coliform awal pada 3M Petrifilm sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Degradasi Bakteri Fecal Coliform Air Sungai Lematang oleh Serbuk Biji Kelor
Berikut ini ditampilkan gambar hasil pembiakan bakteri fecal coliform awal pada media kultur 3M Petrifilm dari tiga stasiun pengambilan sampel air sungai Lematang (Gambar 2) di desa Tanjung Muning kecamatan Gunung Megang kabupaten Muara Enim pada tanggal 11 Maret 2006. Noda biru (lebih gelap) merupakan koloni bakteri fecal coliform sebelum sampel air diberi perlakuan SBK 30 ppm.







Gambar 2. Koloni Bakteri Fecal Coliform (Bintik Biru) Awal pada Media 3M Petrifilm
Dari Kiri ke Kanan; ST1 (Bagian Hulu/Gambar Kiri),
ST2 (Bagian Tengah/Gambar Tengah), ST3 (Bagian Hilir/Gambar Kanan)


Gambar 3 berikut ini adalah hasil pembiakan bakteri fecal coliform akhir setelah sampel sungai Lematang diberi perlakuan dengan SBK 30 ppm pada 3M Petrifilm dari tiga stasiun pengambilan di desa Tanjung Muning pada tanggal 11 Maret 2006. Noda biru (lebih gelap) koloni bakteri fecal coliform lebih sedikit dibandingkan dengan Gambar 2.

Gambar 3. Koloni Bakteri Fecal Coliform (Bintik Biru) Akhir pada Media 3M Petrifilm
Dari Kiri ke Kanan; ST1K1 (Bagian Hulu/Gambar Kiri),
ST2K2 (Bagian Tengah/Gambar Tengah), ST3K3 (Bagian Hilir/Gambar Kanan)
Hasil pembiakan bakteri fecal coliform akhir setelah sampel sungai Lematang diberi perlakuan dengan SBK 30 ppm pada 3M Petrifilm dari tiga stasiun pengambilan di desa Tanjung Muning (Gambar 3) membuktikan bahwa serbuk biji kelor mampu mendegradasi bakteri fecal coliform. Berikut ini disajikan hasil interpretasi koloni bakteri yang berwarna biru dalam satuan jumlah/100 ml sampel air (Tabel 1).

Tabel 1. Interpretasi Koloni Bakteri Fecal Coliform (Jumlah/100 ml) Setelah
Sampel Air Sungai Lematang Diberi Perlakuan Serbuk Biji Kelor 30 ppm

Bakteri
Satuan
Stasiun
ST1
ST1K1
ST2
ST2K2
ST3
ST3K3
Fecal Coliform
Jumlah/
100 ml
4800
1100
3600
800
2700
1100
Degradasi (%)
77,1%
77,8%
59,3%
Degradasi (%) Rerata
71,4%

Standar Baku Mutu Kualitas B untuk
Fecal Coliform
50 Most Propable Number (MPN) untuk Air Bukan Perpipaan
(Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990, 3 September 1990--untuk Ar Bersih)

Keterangan:
ST1 (Hulu), ST1K1 (Hulu, diberi perlakuan SBK 30 ppm)
ST2 (Tengah), ST2K2 (Tengah, diberi perlakuan SBK 30 ppm)
ST3 (Hilir), ST3K3 (Hilir, diberi perlakuan SBK 30 ppm).


Degradasi koloni bakteri rerata yang terdapat pada air sungai Lematang yang keruh dengan menggunakan koagulan SBK 30 ppm menunjukkan angka 71,4% memberikan peluang untuk dikaji lebih dalam terutama tentang bahan aktif yang berperan dalam proses degradasi tersebut. Meskipun nailai penurunan tersebut masih berada di atas ambang batas bakteri berdasarkan baku mutu untuk air bersih. Beberapa peneliti sebelumnya menyatakan bahwa kotiledon Moringa oleifera Lam. mengandung substansi antimikroba 4 a L-rhamnosiloksi-benzil-isotiosianat. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Mayer & Stelz (1993), Polprasid (1993). Pembuktian keberadaan substansi antimikroba ini perlu dilanjutkan lebih terperinci lagi, mengingat bahan aktif tersebut terikat pada protein. Saya menyatakan bahwa degradasi fecal coliform hanya terperangkap pada jembatan antarpartikel yang terbentuk ketika terjadi koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi pada proses penjernihan air menggunakan serbuk biji kelor.
Protein biji kelor memiliki muatan positif (Hidayat, 2006:76). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fink (1984) dalam Tauscher (1994:60) yang menyatakan protein yang terdapat dalam biji kelor bersifat kationik. Demikian pula Jahn (1986) dalam Muyibi dan Evison (1995:1102) menyatakan bahwa protein yang terdapat pada biji kelor merupakan flokulan polielektrolit kationik. Perbedaan muatan antara protein biji kelor yang dilarutkan dalam air yang diketahui bermuatan positif dengan partikel penyebab kekeruhan air yang bermuatan negatif, menyebabkan terjadinya flok yang semakin membesar dan mengendapkan partikel penyebab kekeruhan air. Bakteri fecal coliform dapat saja terperangkap (teroklusi) bersama partikel yang mengendap tersebut. Oleh karena itu, kita harus mengetahui lebih lanjut apakah benar bakteri fecal coliform bermuatan negatif, bermuatan positif, atau tidak bermuatan (netral). Ataukah degradasi bakteri tersebut benar disebabkan oleh efek antimikroba 4 a L-rhamnosiloksi-benzil-isotiosianat seperti yang dinyatakan oleh Mayer & Stelz (1993), Polprasid (1993). Hasil penelitian tersebut akan memperkuat kesimpulan bahwa degradasi bakteri fecal coliform benar disebabkan oleh koagulan serbuk biji kelor. Terlepas dari perdebatan tersebut, serbuk biji kelor adalah koagulan (penjernih air) alternatif yang ramah lingkungan. Pemanfaatannya dapat diperkenalkan melalui pemberdayaan masyarakat bantaran sungai yang airnya selalu keruh dan jauh dari jangkauan suplai air minum seperti halnya yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum, baik skala kecil maupun skala besar.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Serbuk biji kelor mampu mendegradasi bakteri fecal coliform yang terdapat di dalam air sungai Lematang yang keruh dengan persentase sebesar 71,4%. Biji kelor dapat digunakan sebagai bahan penjernih air karena di dalam biji kelor terdapat kandungan protein bermuatan positif yang berperan sebagai polielektrolit kationik dan penting sebagai agen penjernihan air. Hal ini mengargumentasikan bahwa, biji-bijian yang menghasilkan komponen bermuatan listrik positif dapat dipakai sebagai bahan penjernih air yang alami.

Saran
1. Perlu diadakan penelitian lain dalam mengeksplorasi bahan penjernih air alami yang berasal dari biji-bijian yang lain.
2. Perlu diadakan penelitian lanjutan tentang efek bakterisida dari serbuk biji kelor, sehingga memungkinkan munculnya rekomendasi bahwa air hasil penjernihan dengan menggunakan serbuk biji kelor dapat dijadikan air minum.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian disertasi saya di Universitas Negeri Malang tahun 2006. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Promotor Prof. Drs. H. Sutiman Bambang Sumitro, S.U. D.Sc., Prof. Dr. Yusuf Abdurrajak, Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Palembang, dan Bupati Muara Enim Sumatera Selatan yang telah membantu pendanaan kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. & Santika, Sri Sumestri. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

Bapedalda Sumsel. 2003. Laporan Pemantauan Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi Terpadu.

Bapedalda Sumsel. 2005. Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Musi Tahun 2005.

Carolina Biological Supply Company. 2007. 3M™ Petrifilm™ Plates. (Online) (http://www.carolina.com/, diakses tanggal 31 Januari 2007).

Eaton, A.D., Lenore, S.C. & Arnold, E.G. (Eds.). 1995. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 19th Edition. Washington DC: American Public Health Association (APHA).

Hidayat, Saleh. 2002. Efektivitas Bioflokulan Biji Moringa oleifera Lam. dalam Memperbaiki Kualitas Air Sumur yang Keruh. Laporan Penelitian. Palembang: Universitas Muhammadiyah Palembang.

Hidayat, Saleh. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Bantaran Sungai Lematang dalam Menurunkan Kekeruhan Air dengan Biji Kelor (Moringa oleifera Lam.) sebagai Upaya Pengembangan Proses Penjernihan Air. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Studi Setara Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang.

Mayer, F.A., & Stelz, E. 1993. Distribution, Ecological Requirements and Uses of the Multipurpose Tree Moringa stenopala in Southern Ethiopia. Dalam Plant Research and Development Journal. vol. 38. Pontius, F.W. (Ed.). Tubenigen: Institute for Scientific Cooperation.

Muyibi, Suleyman, & Evison, Lilian. 1995. Moringa oleifera Seeds for Softening Hardwater. Wat. res. Journal. Volume 29 nomor 4.


Polprasid, P. 1993. Moringa oleifera Lamk. dalam Siemonsma, J.S. & Kasem P. (Eds.). Plant Resources of South-East Asia (Prosea) No. 8. Wageningen: Pudoc Scientific Publisher.

Raju, B.S.N. 1995. Water Suply and Wastewater Engineering. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Ramachandran, C., Peter, K.V. & Gopalakrishnan, P.K. 1980. Drumstick (Moringa oleifera): A Multipurpose Indian Vegetable. Economic Bot. Journal. 34 (3). Halaman 276-282.

Tauscher, Bernhard. 1994. Water Treatment by Flocculant Compounds of Higher Plants. dalam Plant Research and Development Journal; A Biannual Collection of Recent German Contibutions Concerning Development through Plant Research. Vol. 40. Tubingen: Institute for Scientific Cooperation.